Konsep Islam Damai Dalam Bait Cinta Jalaluddin Rumi

Konsep Islam Damai Dalam Bait Cinta Jalaluddin Rumi

Oleh: Jimi Muhammad

 

Persoalan manusia memanglah cukup komplek apabila dilihat dari sisi sosial maupun keagamaan. Manusia sebagai aktor utama terbentuknya suatu produk sebagai konsumsi jiwa dan hatinya, mampu menempatkan agama sebagai way out dan benteng dari segala kekecewaan, agama Islam dinobatkan sebagai jalan perdamaian selalu dipertanyakan peran dan fungsinya mengenai perdamaian yang harus diperjuangkan, karena hanya melalui jalan perjuanganlah akan lahir kebahagiaan abadi sebagai manifesta cinta kepada Tuhan dan makhluk-Nya.

Islam dan cinta merupakan dua suku kata yang berbeda baik makna maupun bentuknya, namun keduanya bagai dua elemen yang tidak bisa dipisahkan, menyatu, melekat dan mengisi setiap kekosongan pada masing-masing individu, saling melengkapi kebuntuan. Islam pada dasarnya dibangun atas dasar cinta kasih sebagai output dari perilaku pemeluknya. Beragama Islam sejatinya sudah menemukan cintanya, yang dan ia sebarkan sebagai rasa keislamannya. konesp ini banyak yang melahirkan beberapa aliran diantaranya adalah Sufisme dan orang yang mengamalkannya disebut dengan sufi. 

Hal ini tertuang dalam salah satu sabda Rasulullah terdapat sebuah ungkapan mengenai tanda-tanda seseorang mencintai Allah dan menjiwai rasa cinta-Nya, Apabila sesorang telah jatuh cinta kepada Tuhannya, maka ia berjalan dengan jalan-Nya, memandang dengan pandangan-Nya,dan mendengar dengan pendengaran-Nya. Maka demikianlah dengan keadaan seorang sufi.


         Diantara sosok sufi yang cukup terkenal di kalangan sarjana Barat maupun Timur yaitu Jalaluddin Rumi seorang penganut ajaran sufi dengan mengedepankan moral cinta dalam setiap bait syair indahnya. Bahkan sarjana barat Reynold A. Nicholson dan A. J. Arberry mengungkapkan kekagumannya kepada beliau dengan mengatakan bahwa beliau merupakan sosok penyair mistis terbesar sepanjang zaman. Kiranya kata-kata tersebut tidak berlebihan mengingat sumbangsih pemikiran dan karya-karyanya banyak mempengaruhi permukaan romansa ideologis suatu bangsa. Dalam syair cintanya yang berjudul “Aku adalah kehidupan Kekasihku” Rumi mendendangkan:


Apa yang dapat aku lakukan,

Wahai umat Islam?

Aku tidak mengetahui diriku sendiri,

Aku bukan Kristen,  bukan Yahudi, bukan majusi,

Bukan juga Islam.

Bukan dari Timur maupun dari Barat.

Bukan dari darat, maupun dari laut.

Bukan dari sumber alam,

Bukan dari surga yang berputar,

Bukan dari bumi air, udara, maupun api;

Bukan dari Singgasana, penjara, eksistensi, maupun makhluk;

Bukan dari India, China, Bulgaria, Sagseen;

Bukan dari kerajaan Irak, maupun Khurasan;

Bukan dari dunia kini atau yang akan datang:

Surga atau neraka;

Bukan dari Adam, Hawa,

Taman surga atau Firdaus;

Tempatku tidak bertempat, aku tidak berjejak.

Baik raga maupun jiwaku: Semuanya adalah Kasihku.

Point penting yang dapat kita ambil dalam bait cinta ini bahwa setiap manusia haruslah berperan sebagai jati dirinya masing-masing, dengan cinta sebagai titik temu, bait ini juga menyatakan bahwa setiap insan manusia hendaknya mencintai setiap  rasa cinta itu sendiri, karena dalam pemikiran Rumi cinta diibaratkan sebagai seorang Sahabat Raja, cinta yang lahir dalam setiap insan akan menggerkannya untuk menampakkan keindahan, menyatukan hati kemudian mengisinya dengan hasrat dan menjerat egoistas.

Melalui pemikiran Jalaluddin Rumi ini terdapat beberapa kunci untuk menjadikan Islam sebagai juru damai dan menjunjung tinggi rasa kasih sayang sebagai unsur dasar setiap manusia, karena pada dasarnya semua membenci kebencian dan mencintai kasih sayang.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Secercah Sajak Pelita

Sidang Munaqosyah

Muhammad sang Pembawa kedamaian