Ideologi Islam Transnsional
Ideologi Islam Transnsional
oleh :
Muhammad Ridho Agung
Ideologi transnasional Salafi Wahabi ini yang kebetulan berpusat dari Saudi Arabia merupakan ideologi Islam yang lahir karena alasan politis memberontak keluar dari Daulah besar Turki Usmani. Kini ideologi ini baru muncul belakangan di indonesia dengan mempromosikan keinginan membersihkan umat Islam dari tradisi Islam yang dianggap Bid’ah, Tahayyul Thaghut. Kita Indonesia sudah berislam dari jalur dari Arab bagian lain, Persia dan Gujarat dengan bawaan ideologi akidah Islam yang memiliki kesamaan dan yang tidak bertentangangan dengan local wisdom sudah duluan membentuk kesatuan masyarakat dalam melawan penjajah.
Semenjak peristiwa Aramco Saudi Arabia lebih berhubungan dengan Amerika. Sehingga munculah perlawanan yang menghasilkan kesepakatan di beberapa wilayah negara timur tengah yang akan berdampingan hidup bersama. seperti di palestina dan mesir dapat berdampingan dengan agama lain. Namun akan tetapi ada beberapa gerakan ideologi yang tidak bisa berbaur, sehingga mereka tersinggkir dari tanah Arab, seperti HT tersingkir dari Palestina, IM tersingkir dari Mesir, dan Thaliban tersingkir dari Afghanistan. Hingga akhirnya tak punya konsumen idoelogi di tanah kelahiranya gerakannya sendiri. Kemudian barulah mereka mencari tempat pemasaran ideologinya termasuk salah satunya di Indonesia membangun sebuah gagasan politik seperti gagasan ukhwah (bersaudara) sebagai sebuah bantu locatan, karena selebihnya mereka akan membangun gagasan Ulil Amri Min kum. Dan konteks “Kum” nya itu hanya gerakannya mereka sendiri, makanya ditolak dimana- mana, tidak mau bareng bermusyawarah dengan jam’iyah duluan sudah ada. Oleh karena itu kemudian gerakan ini harus meruntuhkan dulu apa yang sudah di ada beberapa negara. Cara meruntuhkanya seperti orang makan tumpeng, dimakan dulu dari atas bukan dari bawah, kalau dari bawah mereka tidak mendapatkan kekuatan. Rumus kekuatan Islam di negera mananpun itu hampir sama.
Laa Islama Illa Bi Quwwatin, Wa Laa Quwwata Illa Bi Jamaa’atin, Wa Laa Jamaa’ata Illa Bi Immaaratin, Wa Laa Immaarata Illa Bi Thaa’atin, Laa Thaa’ata Illa Fi Tha’atillahi,
Laa Islama Illa Bi Quwwatin hampir di Indonesia sudah tumbuh kekuatan itu, Laa Quwwata Illa Bi Jamaa’atin di Indonesia sudah tumbuh gerakan jam’iyyah Islam Nasional seperti yang besar NU, NW, Al Wasliyah, Muhammadiyah, PERTI, Rabitah A’lawiyah dan lain lain. Laa Jamaa’ata Illa bi Immaratin maksudnya dan tidak ada kekuatan Jam’iyyah tanpa kemimpinan, di Indonesia sudah ada kepemimpinan semisal PBNU, PP Muhammadiyah dan MUI. Wa Laa Immarata Illa Bi Thaa’atin artinya tidak ada kemimpinan tanpa ketaatan, Nah di Indonesia sudah terjadi ketaatan dengan Ulama, Habaib, dan Kyai. Wa Laa Thaa’ata Illa Fi Taatha’atillah artinya tidak ada ketaatan kecuali ketatan kepada Allah. Dan pada akhirnya kita semua sampai hanya taat kepada Allah semata.
Maka ketika gerakan Islam transnasional mau masuk mereka melakukan political engineering dan social engineering. Salah satunya dimulai dari atas untuk meruntuhkan ini, Pemaknaan ketaatan kepada Allah tidak digeneralisir, tetapi dengan cara membuat penafsiran secara sepihak, bahwanya ada yang tidak taat kepada Allah dengan menuduh dan membuat propaganda ada yang pelaku bid’ah, tahayyul dan hingga pada akhirnya membuat kekacauan baru dalam manhaj dan pemikiran, siapa sih yang taat kepada Allah dan siapa sih yang bukan ?. Nah mulai dari situlah muncul kelompok kelompok yang dianggap mereka sudah tidak taat kepada Allah. Maka akan meruntuhkan yang berikutnya, Wa Laa Immarata Illa Bi Thaa’atin tahap menghancurkan setiap kepemimpinannya dengan Hoaks dan lain lain. Wa laa Jamaa’ata Illa Bi Jam’iyyatin maka yang sekarang jam’iyyahnya juga dimulai dihajar, untuk menjadikan negara ini menjadi ruang hampa, tanpa ada jam’iyyah nasional yang diikuti. nah agar disitu gerakan Islam transnasional ini bisa masuk, dengan embel embel “Islam semua sama” , “tidak bermazhab”.
Ibarat seperti hendak menggarap mau sawah harus meratakan dulu, kemudian baru ditanami. Beginilah praktek dari teori political dan social engineering. Nah maka oleh karena kita tidak usah heran saat ini banyak sekali upaya upaya untuk meruntuhkan itu. Namun berbarengan dengan saat yang sama pada satu titik ketika pemertaan itu semua, ini dunia berubah, kepemimpinannya berubah. sekarang Adanya dunia sosial yang tanpa kemimpinan manusia, tetapi kemimpinanya kepada kepemimpinan virtual, yang dapat mengahasilkan hoaks dapat menyebar dengan pesat. Kita bersyukur masih punya di Indoensia Jam’iyyah Aswaja yang masih melestarikan sistem balajar talaqqi tatap wajah bertemu dengan guru seperti dalam majlis taklim dan pondok pesantren dan lain lain.
Komentar
Posting Komentar